Sebanyak 800 responden diminta membaca karya sastra
fiksi.
Hobi membaca
buku tidak hanya membuat seseorang menjadi lebih cerdas, tapi juga membantu
seseorang untuk memahami karakter orang lain. Hal ini diungkap penelitian yang
diterbitkan dalam jurnal Science dengan menyebutnya sebagai 'theory of mind'.
Menurut David Kidd, kandidat PhD dari New School for
Social Research di New York, bacaan tepat yang mampu mendorong kemampuan
seseorang dalam memahami emosi orang lain adalah kesusastraan.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEisdFI6-5TS-USdr90AYLkc19Sx3BjnYw0Qhkd3JsE_JyvI3CvYTuVSCsb_FoneeBfFRgKsDq_wLNhKXDH8MC7fu3wXVuMD-8W-KiUfopX34BDhd1P1gIk6rs5AcQf04YQ6BXztfWbuUehB/s1600/thinking.jpg)
Hasilnya, mereka yang membaca sastra fiksi lebih mampu
mengukur emosi orang lain dibandingkan mereka yang membaca genre lain. Hal ini
terlepas dari seberapa sering mereka membaca buku tersebut.
"Beberapa orang berpendapat bahwa sastra fiksi
semacam bacaan sombong yang tidak ditujukan untuk semua orang. Namun dari segi
teori pikiran, siapa saja yang dapat membaca sastra fiksi memiliki efek yang
luar biasa terhadap emosi," ujarnya seperti dikutip Prevention.
Meski begitu Kidd tidak mengatakan bahwa jenis bacaan
lainnya tidak lebih baik dari sastra. Menurutnya, setiap penulis telah dibagi
dalam bidangnya masing-masing